Jumat, 27 Oktober 2017

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat (isi makalah)



A.    Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

1.      Pengertian Sistem, Filsafat dan Pancasila
  System adalah suatu kebulatan atau kebutuhan, yang bagian dan susunannya saling berkaitan, saling berhubungan dan saling bekerjasama satu sama lain untuk tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh.
  Istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu Philosopia yang terdiri atas dua kata Philos yang bearti cinta atau Philia yang bearti persahabatan atau tertarik, dan Sophos yang bearti hikmah, kebijaksanaan,pengetahuan,keterampilan dan intelegensi. Dengan demikian secara etomologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran ( Love of wisdom). Dalam pengertian lain filsafat adalah pemikiran fundamental dan monumental manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki atau hikmat dan kebijaksanaan, karena itu nilai kebenarannya diakui sebagai kebenaran yang terbaik, yang dijadikan pandangan hidup dan falsafah hidup.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat sebagai produk dan filsafat sebagai proses, karena selain pengertian filsafat sebagai pandangan hidup dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan dalam arti praktis. Maka, filsafat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian:
Ø  Filsafat sebagai pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran filsuf pada aman dahulu.
Ø  Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi manusia sebagai aktivitas berfilsafat.
b.      Filsafat sebagai suatu proses, yaitu bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemesacahan suatu masalah dengan menggunakan suatu cara tertentu sesuai dengan objeknya.
Istilah “Pancasila” berasal dari Bahasa sansekerta yaitu Panca yang bearti lima dan sila yang berarti dasar. Dengan demikian Pancasila berate lima dasar. Kelima dasar tersebut merupakan satu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam dalam artian Bhineka Tunggak Ika yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dulu. Esensinya seluruh sila-silanya merupakan suatu kesatuan.
2.      Bukti Bahwa Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah dasar mutlak dalam berfikir dan berkarya dengan cara saling mengaitkan antara sila yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian ketika mengkaji sila ke-5 yang intinya keadilan, maka harus dikaitkan dengan sila-sila yang lainnya.
Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan kenyataan yang objektif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pancasila memberi petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan suku dan ras.
Pancasila sebagai suatu system filsafat dapat berupa jati diri bangsa,  misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia ,sebagai dasar filsafat negara,sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
Proses terjadinya Pancasila yaitu melalui proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai Pancasila sudah ada sejak aman dahulu yang tercermin dalam kehidupan sehari hari. Nilai-nilai Pancasila diungkap dan dirumuskan dari sumber nilai utamanya yaitu:
a.       Nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal,mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci.
b.      Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarakat.
c.       Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya  merupakan suatu sistem filsafat yang saling berhubungan.

3.      Tinjauan Pancasila
Mempelajari Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan pendapat tentang isi Pancasila yang benar dan sesungguhnya.
Ada dua pendekatan yang semestinya dilakukan untuk memperoleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila, adalah pendekatan yuridis-konstitusional dan pendekatan komprehensif.
Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga negara Indonesia.
Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau pandangan hidup bangsa. Maka tinjauan historis, yuridis-konstitusional dan Tinjauan tentang sifat dasar Pancasila
                       filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung Pancasila sebagai suatu sistem filsafat

  1. Tinjauan historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:
  1. Telaah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);
  2. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.
Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara.
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut: 1) Kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, “Piagam Jakarta” diterima sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia. Rancangan tersebut – khususnya sistematika dasar negara (Pancasila) – pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Dalam Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950) yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara ‘lebih singkat’ menjadi: 1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan; 5) Keadilan sosial.
Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat; 5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Melalui Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

  1. Tinjauan yuridis-konstitusional
Meskipun nama “Pancasila” tidak secara eksplisit disebutkan dalam UUD 1945 sebagai dasar negara, tetapi pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 itu secara jelas disebutkan bahwa dasar negara Indonesia adalah keseluruhan nilai yang dikandung Pancasila.
Menurut Darji Darmodihardjo (1984) bahwa secara yuridis-konstitusional, “Pancasila adalah Dasar Negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur,menyelenggarakan pemerintahan negara. Mengingat bahwa Pancasila adalah Dasar Negara, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai sifat imperatif/ memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai Dasar Negara, ia harus ditindak menurut hukum, yakni hukum yang berlaku di Negara Indonesia.”
Pernyataan tersebut sesuai dengan posisi Pancasila sebagai sumber tertinggi tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, segala hukum di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, sehingga dalam konteks sebagai negara yang berdasarkan hukum (Rechtsstaat), Negara dan Pemerintah Indonesia ‘tunduk’ kepada Pancasila sebagai ‘kekuasaan’ tertinggi.
Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa seluruh undang-undang, peraturan-peraturan operasional dan atau hukum lain yang mengikutinya bukan hanya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. 

  1. Tinjauan tentang sifat dasar Pancasila
     Secara yuridis-konstitusional, Pancasila adalah dasar negara. Namun secara multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai pula dengan esensi dan eksistensinya sebagai kristalisasi nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila sering disebut dan dipahami sebagai: 1 ) Jiwa Bangsa Indonesia; 2 ) Kepribadian Bangsa Indonesia; 3 ) Pandangan Hidup Bangsa Indonesia; 4 ) Dasar Negara Republik Indonesia; 5 ) Sumber Hukum atau Sumber Tertib Hukum bagi Negara Republik Indonesia; 6 ) Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada waktu mendirikan Negara; 7 ) Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia; 8 ) Filsafat Hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
Sebutan yang beraneka ragam itu mencerminkan kenyataan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang bersifat terbuka. Pancasila tidak bersifat kaku (rigid), melainkan luwes karena mengandung nilai-nilai universal yang praktis (tidak utopis) serta bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh RPP MTK Satuan Kuantitas

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah Dasar             : SD Plus Bina Empat Lima Mata Pelajaran            :   Ma t ematika ...